Minggu, 22 Mei 2011

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-GHOZALI VS PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


A.    Pendahuluan
Pendidikan telah menjadi bagian penting dalam membangun dan membentuk karakter sebuah bangsa. Memposisikan pendidikan sebagai elemen vital dalam masyarakat multidimensi seperti Indonesia, adalah sebuah upaya guna melakukan transformasi pemahaman akan pentingnya wawasan kebangsaan di tengah arus globalisasi disegala bidang. Di Indonesia dengan populasi masyarakat muslim terbesar di dunia tentu saja memberi warna dalam khasanah keislaman dalam pergulatan kebangsaannya.[1]
Peran pendidikan menjadi sangat penting dalam sebuah bangsa  dalam menghadapi tantangan Zaman. Dewasa ini, di Indonesia sendiri sedang menghadapi masalah yang sangat krusial, moral bangsa kita hampir hilang entah kemana, pergaulan bebas, kriminalitas bukan  hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak mendapatkan pendidikan, tapi bahkan orang berpendidikan melakukannya lebih dari itu.
Melihat ke belakang, ada seorang tokoh yang sangat memberi peran andil dalam pendidikan di dunia islam. Seorang ulama besar yang sangat haus akan ilmu, dan pemikir ulung islam yang menjadikannnya mendapat gelar “pembela islam”(hujjatul islam), “hiasan agama”(zainuddin), ada pula orang yang memanggilnya dengan sebutan”samudra yang menghanyutkan”(bahrun mughriq), dan lain-lain[2]. Beliau adalah Al-Ghozali, seorang ulama’ besar yang sebagian beser waktunya dihabiskan untuk memperdalam khazanah keilmuan. Perhatiannya yang sangat besar kepada ilmu menjadikan Al-ghozali sebagai salah satu ulama’ islam yang banyak menelurkan hasil buah pemikirannya kedalam bentuk tulisan yang hingga saat ini masih dapat dipelajari serta dianut oleh sebagian kelompok masyarakat.
Namun demikikan, tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan Al-Ghozali, walaupun banyak orang yang menganggap membela dan menyatakan bahwa Al-Ghozali merupakan pembela islam(hujjatul islam), dan menganggap Al-Ghozali adalah manusia muslim kedua setelah nabi Muhammad SAW dalam membawa dan membimbing ummat melalui pemikiran yang masih dan tetap relevan untuk masa-masa kini(kontemporer) namun, tidak sedikit juga orang yang berasumsi bahwa pemikiran Al-Ghozali kadang bersebrangan dengan rasio. Sehingga ada yang menyatakan bahwa Al-Ghozali merupakan sumber dan pangkal kemunduran islam.
Terlepas dari pro dan kontra di atas, Al-Hozali tetap orang yang banyak memberikan perhatiannya terhadap masalah-masalah pendidikan. Indonesia bisa melihat kembali bagaimana konsep pendidikan menurut Al-Ghozali demi perbaikan pendidikan yang kian amburadul, pendidikan yang justru melahirkan orang-orang pintar tanpa memiliki moral yang baik, orang-orang pintar yang justru merugikan bangsa.
Tujuan pendidikan tampaknya menjadi suatu yang sangat penting dalam sebuah pendidikan, bahkan tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam pendidikan. Sebab, tanpa peru usan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah, bahkan bisa sesat atau salah langkah. Oleh karena itu perumusan tujuan dengan tegas dan jelas, menjadi inti dari seluruh pemikiran pedagogis.[3]
Dari situlah, penulis akan mencoba mengulas habis bagaimana tujuan pendidikan islam menurut tokoh Al-Ghozali dan bagaimana penerapan tujuan pendidikan islam di Indonesia sendiri, adakah korelasi tujuan pendidikan islam menurut Al-Ghozali dengan realita tujuan pendidikan di Indonesia. Namun sebelum membahas hal tersebut, perlu diketahui sejarah singkat perjalanan Al-Ghozali terlebih dahulu.


B.     Sejarah Singkat Perjalanan Al-Ghozali
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad abu Hamid Al-Ghozali/Ghozzali. Beliau dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M, di desa Ghozalah, Thusia, wilayah Khurosan, Persia. Atau sekarang yang lebih dikenal negara Iran.[4] Ia juga keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja saljuk yang memerintah daerah Khurosan, Jibal Irak, Jazirah, Persia, dan Ahwaz . Al-Ghozali merupakan anak seorang yang kurang mampu. Ayahnya adalah seorang yang jujur, hidup dari usaha mandiri, pemintal benang dan bertenun kain bulu (wol). Ayahnya juga sering mengunjungi rumah alim ulama’, hal ini dilakukan ayah karena ia pada dasarnya juga sangat senang menuntutu ilmu serta berbuat jasa kepada mereka.
Dia (Al-Ghozali) adalah pemikir ulung islam yang mendapat gelar “pembela islam”(hujjatul islam), “hiasan agama”(zainuddin), ada pula orang yang memanggilnya dengan sebutan”samudra yang menghanyutkan”(bahrun mughriq), dan lain-lain. Gelar tersebut disenmatkan kepada Al-Ghozali karena ia seorang yang mengabdikan hidupnya pada agama dan masyarakat baik melalui pergaulannya ketika beliau masih hidup dan lewat karya-karyanya.
Kira-kira lima tahun sebelum beliau pulang ke hadirat Allah, beliau kembali ke tempat asalnya di Thusia. Ia mengahabiskan waktunya untuk menuntut dan menyebarkan ilmu. Hal ini terbukti setelah ia kembali ke Thusia beliau membangun sebuah madrasah disamping rumahnya. Beliau juga masih sempat untuk mengajar dan menuangkan gagasan-gagasannya kedalam bentuk tulisan.
Al-Ghozali wafat pada hari Senin, tanggal 14 Jumadil al-tsani tahun 505 H/18 Desember1111 M. saat itu usia baru 55 tahun. Dan dimakamkan disebelah tempat khalwatnya. Al-Ghozali meninggalkan 3 orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum wafatnya (Al-Ghozali), dan karena anaknya inilah, ia di panggil “Abu Hamid” (bapak si Hamid).
C.    Tujuan Pendidikan Menurut Al-Ghozali
Tujuan Pendidikan menurut Al-Ghozali harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan selain untuk mendekatkan diri pada Allah, akan menyebabkan kesesatan dan kemudaratan[5] .
Tujuan pendidikan diatas dirumuskan oleh al-Ghozali tersebut dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang dikuasainya. Dalam ilimu tasawuf, dunia dipandang shuatu hal yang tidah seharusnya dijadikan yang utama, karena dunia bukanlah yang abadi, dan tentu saja akan hilang dan rusak. Manusia di dunia ini hanya mengalami kehidupan yang sangat sebentar, bahkan manusia di dunia diibaratkan hanya mampir minum, dan maut selalu mengintai manusia kapan saja. Pasalnya kehidupan yang kekal hanyalah kehidupan di akhirat nanti, di sama manusia akan hidup kekal abadi, dan sepantasnya lah kehidupan di dunia ini digunakan untuk mempersiapkan menuju akhirat nanti. 
Bagi al-Ghozali yang dikatakan orang, yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhirat, sehingga derajatnya lebih tinggi disisi Allah lebih kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut al-ghozali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.[6]
Dalam membentuk insan yang kamil, Al-Ghazali lebih cenderung membagi tujuan pendidikan Islam kepada tiga bagian yaitu[7]:
  1. Mempelajari ilmu pengetahuan bukan semata-mata untuk ilmu pengetahuan.
Al-Ghazali berprinsip hidup di dunia memang memerlukan pengetahuan dan keterampilan, serta dianjurkan untuk meneliti alam jagat raya, selama itu mengandung unsur nilai agama. Inilah sebabnya Al-Ghazali memberikan kajian bahwa tujuan pendidikan lslam adalah mencari ilmu bukan semata-mata untuk ilmu pengetahuan. Ilmu itu bersumber pada taqarrub ilallah. Al-Ghazali mengatakan: “Apabila engkau memandang kepada ilmu, maka engkau akan melihat kelezatan pada zatnya, oleh karena itu dicari zatnya dan kamu menjumpai (ilmu) sebagai perantara untuk menuju kampung akhirat, itu merupakan kebahagiaan dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala”
Dari ungkapan tersebut jelas menunjukkan bahwa penelitian, penalaran dan pengkajian yang mendalam dengan mencurahkan tenaga dan pikiran adalah mengandung kelezatan intelektual dan spiritual yang akan menumbuhkan ruh ilmiah. Al-Ghazali sangat menganjurkan kepada para pelajar agar menjadi orang yang cerdas, pandai berfikir, mengadakan penelitian yang mendalam dan dapat menggunakan akal pikirannya dengan baik dan optimal, untuk menguasai ilmu pengetahuan dengan sesungguhnya dan mengerti maksudnya. Dalam hal ini Amir Daien Indra Kusuma menyatakan: "Tujuan dari pendidikan kecerdasan adalah mendidik anak agar dapat berfikir secara kritis, berfikir secara logis, kreatif dan reflektif".Dapat dikatakan, bahwa aspek kecerdasan, keilmuan dan cinta kebenaran yang dikemukakan Al-Ghazali mempunyai relevansi dengan dunia pendidikan modern, karena sama-sama meng-anjurkan untuk menggalakkan penelitian dan pengembangan ilmu penge-tahuan secara luas dan merata.
  1. Membentuk akhlakul karimah.
Al-Ghazali juga memberikan gagasan tujuan pendidikan lslam ialah untuk membentuk akhlakul karimah. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan murid dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwa-jiwanya.
Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa Al-Ghazali menghendaki keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak dan kepribadian yang kuat, merupakan tujuan utama dari pendidikan bagi manusia, karena akhlak adalah aspek fundamental dalam kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu negara. Dalam hal ini Al-Ghazali memberikan nasehat kepada murid-muridnya: ”Hai anakku! Ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya gila, dan amal tidak pakai ilmu itu sia-sia, dan ketahuilah bahwa semata-mata ilmu saja tidak akan menjauhkan maksiat di dunia ini dan tidak akan membawa kepada sebuah ketaatan, dan di akhirat kelak nanti tidak akan memelihara dan menghindarkanmu dari neraka jahannam”.
  1. Kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Al-Ghazali pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat merupakan tujuan pendidikan umum. Hal ini sejalan dengan pendapat para pakar pendidikan serta ada relevansinya dengan tujuan pendidikan sekarang ini. Persamaan ini terlihat dari ungkapan Al-Ghazali sebagai berikut: "Dan sesungguhnya engkau mengetahui bahwa hasil ilmu pengetahuan adalah mendekatkan diri kepada Tuhan pencipta alam, menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian malaikat, demikian itu di akhirat. Adapun di dunia adalah kemuliaan, kebesaran, dan pengaruh".
Al-Ghozali juga berkata : “hasil dari ilmu sesungguhnya ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri dengan para malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara naluri.” Selanjutnya dari kata-kata berikut dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan menurut Al- Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian, tujujan jangka panjang dan tujuna jangka pendek.[8]
a.       Tujuan Jangka Panjang
Tujuan pendidikan jangk panjang ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam. Selajutnya Al-Ghazali mengutip sebuah hadis sebagai berikut. ”barang siapa menambah ilmu (keduniawian) tetapi tidak menambah hidayah, ia tidak semakin dekat dengan Allah, dan justru semakin jauh dari-Nya.” (H.R. Dailami daRI Ali) Menurut konsep ini, dapat dinyatakan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin bertambah ilmu pengetahuannya, maka semakin mendekat kepada Allah. Tentu saja, untuk menentukan itu tujuan itu bukanlah sistem pendidikan sekular yamg memisahkan antara ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap religius, juga bukan sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem pendidikan yang integral. Sistem inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan.
b.      Tujuan Jangka Pendek
Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga menyinggung masalah pangkat, kedudukan, kemegahan, popularitas, dan kemulian dunia secara naluri. Semua itu bukan merupakan tujuan dasar seseorang yang melibatkan diri di dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu, seorang yang terdaptar sebagai siswa, mahasiswa, dosen, guru dan sebagainya, mereka akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemulian hendak meningkatkan kualutas dirinya melalui ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan ituuntuk diamalkan. Karena itulah, Al-Ghajali bahwa langkah seseorang dalam belajar adalah untuk mensucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah untuk menghidupkan syariat dan misi Rasulallah, bukan untuk mencari kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau popularitas.
Dari pemaparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidika menurut AL-Ghazali adalah. Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara kepada pendekatan diri kepada Allah, dan kedua, kesempurnaan insani yang bermuara kepada kebahagian dunia dan akhirat.
D. Tujuan Pendidikan Menurut Al-Ghozali VS Tujuan Pendidikan Indonesia
            Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa: “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlah mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.[9]
            Kita lihat kembali juga tujuan Pendidikan menurut Al-Ghozali, “Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara kepada pendekatan diri kepada Allah, dan kedua, kesempurnaan insani yang bermuara kepada kebahagian dunia dan akhirat”.
            Dari uraian diatas bisa dilihat bahwa, tujuan pendidikan di Indonesia sudah sangat sesuai dengan tujuan  pendidikan menurut Al-Ghozali, yang tujuannya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kesepadanan tersebut tampak UU No 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan “agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlah mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri” dan menurut Al-Ghozali, “bermuara kepada pendekatan diri kepada Allah dan kebahagian dunia dan akhirat”.
            Melihat kesesuaian tujuan pendidikan di Indonesia dengan tujuan orang-orang muslim pada umumnya, tentu seharusnya Indonesia seharusnya kini sudah menjadi negara yang maju tekhnologi dan agamanya. Tapi, pada kenyataannya, Indonesia masih menjadi negara yang terbelakang tekhnologinya, terbelakang agamanya. Pertanyaannya, apakah pendidikan di Indonesia telah kehilangan sebagian fungsi utamanya? Inikah hasil dari proses pendidikan, yang seharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai luhur peradaban? Jangan-jangan pendidikan kita telah tereduksi menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar menguasai bahan ajar untuk sekadar lulus ujian nasional. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak kalangan, bahkan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan anak didik, melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian, bahkan terjadi adanya degradasi moral.[10]
            Karakter bangsa terbentuk oleh berbagai sumber nilai, yaitu nilai-nilai lokal, nilai-nilai ke-Indonesiaan, nilai agama, dan akhir-akhir ini dengan keterburukan informasi sebagai akibat terjadinya revolusi komunikasi, maka muncul sumber nilai lainnya yang juga sangat dominan ialah nilai-nilai global. Pengaruh global itu ikut mewarnai seluruh kehidupan, termasuk masyarakat yang tinggal di pedesaan sekalipun.
            Maka dari itu, untuk memperkuat pilar-pilar di dalam transformasi nilai-nilai pendidikan sekiranya patut disikapi sebagai tuntutan di tengah tantangan kehidupan: antara membangun karakter dan kepribadian unggul dengan konteks gemuruh globalisasi. Pendidikan islam dinilai dapat menjadi solusi mendasar untuk menjawab permasalah tersebut. Dengan pendidikan islam dapat menanamkan nilai-nilai ajaran agama islam untuk menuju pada tingkat membentuk kepribadian yang utama, yaitu kepribadian muslim yang mencapai kehidupan dunia dan akhirat.[11]
            Tentu, tujuan pendidikan menurut Al-Ghozali sangatlah cocok untuk di terapkan di dunia manapun, termasuk Indonesia, dizaman kapanpun termasuk zaman globalisasi saat ini. Pertanyaanya, mengapa Indonesia belum mencapai itu?
E. Penutup
            Menurut Al-Ghozali pendidikan yang sesungguhnya adalah yang memiliki tujuan agar manusia menjadi orang yang beriman kepada Allah, dan selalu menyerahkan semuanya kepada-Nya. Namun demikian, beliau tidak sama sekali menistakan dunia, bahwa antara dunia dan akhirat haruslah dijalankan secara seimbang, dan perjalanan dunia dijadikan sebagai jalan menuju akhirat.
           










Daftar Pustaka
Dr. Jalaluddin, Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1994
Drs. Sabarudin, M.Si, Masroer, M.Si., Islam, National Charakter Building, dan Etika Global, Yogyakarta: Bagian Kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga, 2010
Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


[1] Drs. Sabarudin, M.Si, Masroer, M.Si., Islam, National Charakter Building, dan Etika Global, Yogyakarta: Bagian Kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga, 2010. Hlm. 15
[2] http://munzaro.blogspot.com/2010/10/knsep-pendidikan-islam-menurut-al.html
[3] Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, hlm. 117
[4] Dr. Jalaluddin, Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1994, hlm.139
[5] Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 273
[6]Ibid, hlm. 273
[9] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[10] Drs. Sabarudin, M.Si, Masroer, M.Si., Islam, hlm. 52
[11] Ibid, hlm. 52
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons